BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Revolusi Hijau di Indonesia ditandai oleh introduksi varietas unggul padi yang responsif terhadap pemupukan dan irigasi serta pengendalian hama dan penyakit dengan aplikasi pestisida. Revolusi hijau mampu memenuhi kebutuhan penduduk yang jumlahnya terus meningkat dengan produksi padi nasional, dari 18 juta ton pada tahun 1970 menjadi 54 juta ton pada tahun 2004, atau meningkat tiga kali lipat. Dalam periode yang sama, produktivitas padi meningkat dari 2,25 t/ha menjadi 4,58 t/ha, atau meningkat dua kali lipat.
Revolusi Hijau di sisi lain telah menyebabkan munculnya permasalahan lingkungan. Dalam teknologi Revolusi Hijau, penggunaan pupuk meningkat hampir enam kali lipat, dari 635 ribu ton pada tahun 1970 menjadi 4,42 juta ton pada tahun 2003. Saat ini kebutuhan pupuk untuk penanaman padi mencapai 4.50 juta ton/tahun. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan pupuk oleh petani cenderung berlebihan, terutama pada tanaman padi. Kisaran penggunaan pupuk urea dewasa ini adalah 100-800 kh/ha, serta pupuk P dan K masing-masing 0-300 kg/ha dan 0-250 kg/ha (las et al.2006). Mirip dengan pupuk, penggunaan pestisida juga mengalami peningkatan yang signifikan selama Revolusi Hijau digulirkan, yaitu dari 5.234 ton pada tahun 1978 menjadi 18.000 ton pada tahun 1986
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah “Bagaimanakah pengaruh penggunaan pestisida dan pupuk terhadap kelestarian lahan pertanian ?”
C. Tujuan Masalah
Tujuan dari tinjauan pustaka makalah yang kami buat ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan pestisida dan pupuk terhadap lahan pertanian.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Petisida dan Pupuk
Pada umumnya pestisida, diartikan sebagai bahan kimia beracun yang digunakan untuk mengendalikan jasad pengganggu yang merugikan kepentingan manusia. Dalam bidang pertanian, pestisida telah
dirasakan manfaatnya untuk meningkatkan produksi, sebab dengan bantuan pestisida, petani dapat terhindar dari kerugian akibat serangan jasad pengganggu tanaman yang terdiri dari kelompok hama, penyakit, dan gulma. Keyakinan tersebut, cenderung memicu penggunaan pestisida dari waktu ke waktu meningkat dengan pesat. Akantetapi akhir-akhir ini disadari bahwa penggunaan pestisida, khususnya pestisida sintesis ibarat pisau bermata dua. Dibalik manfaatnya yang besar bagi peningkatan produksi pertanian, terselubung bahaya yang mengerikan. Kerugian berupa timbulnya degradasi lahan pertanian.
Pupuk adalah material yang ditambahkan pada tanaman pertanian untuk mencukupi kebutuhan hara yang diperlukan tanaman sehinggah mampu berproduksi dengan baik tanpa memperhatikan siklus waktu tanam. Dalam pemberian pupuk perlu diperhatikan kebutuhan tanaman tersebut, agar tumbuhan tidak mendapat terlalu banyak zat makanan karena terlalu sedikit atau terlalu banyak zat makanan dapat berbahaya bagi tumbuhan. Selain itu, penggunaan pupuk dalam jangka panjang juga akan mengakibatkan timbulnya degradasi lahan pertanian yang sekarang ini banyak terjadi di Indonesia sendiri.
B. Lahan Pertanian
Lahan pertanian merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki peran yang sangat penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan. Sejak dahulu, Indonesia telah terkenal dengan nama Negara Agraris yakni memiliki lahan yang sangat cocok untuk daerah pertanian.
Akan tetapi, penggunaan pupuk dan pestisida yang dilakukan secara berlebihan mengakibatkan lahan pertanian di indonesia mengalami degradasi lahan yang ditandai oleh penurunan atau kehilangan produktivitas lahan, baik secara fisik, kimia, dan biologi maupun ekonomi.
Memburuknya kondisi lahan menyebabkan masyarakat yang tinggal di kawasan yang mengalami degradasi menghadapi berbagai ancaman seperti kekurangan sumber air, kelaparan, dan munculnya berbagai penyakit. Selain itu, degradasi lahan secara global akan mengancam kelestarian keanekaragaman hayati dan menaikkan suhu permukaan bumi.
Pada tahun 1992, Depertemen Pertanian mencatat lebih dari 18 juta ha lahan di Indonesia telah terdegradasi, meliputi 7,50 juta ha lahan potensial kritis, 6 juta ha lahan semikritis, dan 4,90 juta ha lahan kritis. Sementara itu Depertemen Kehutanan mencatat 13,20 juta ha lahan yang terdegradasi, 5,90 juta ha terdapat di kawasan hutan dan 7,30 juta ha di luar kawasan hutan. Badan Pusat Statistik (2002) bahkan mencatat luas lahan yang terdegradasi mencapai 38,60 juta ha. Perbedaan data ini terjadi karena kriteria yang digunakan untuk mendelineasi lahan tidak sama antara ketiga institusi tersebut. Selain itu, penelitian Badan Litbang Pertanian bekerja sama dengan IRRI menyimpulkan bahwa banyak lahan sawah yang intensif terutama di Jawa mengalami degradasi kesuburan terutama penurunan kandungan C-organik atau kadang disebut lahan sakit. Untuk program rehabilitasi lahan terdegradasi, luasan hasil delinease lahan secara nasional berperan sangat penting dalam perencanaan dan pencapaian target rehabilitasi. Untuk perbaikan lahan terdegradasi secara kimiawi dikembangkan sistem pertanian dan teknologi ramah lingkungan, termasuk pertanian organik dan pengelolaan tanaman terpadu dan intinya tanpa pupuk buatan dan pestisida.
C. Pestisida dan Pupuk terhadap Kelestarian Lahan Pertanian
Aspek lingkungan menjadi isu yang sangat penting disektor pertanian dan ada tiga isu penting yang sangat terkait dengan upaya pelestarian sumber daya alam dan lingkungan, yaitu: 1) dampak penggunaan berbagai input pertanian terhadap produk, lahan, dan lingkungan, 2) dampak sistem usaha tani, terutama padi sawah dan padi lahan rawa pasang surut, terhadap emisi gas rumah kaca, dan 3) dampak industri, pemukiman, dan perkotaan terhadap produktivitas lahan dan kelestarian lingkungan pertanian.
Pada penggunaan pupuk di sektor pertanian, yang dilakukan secara berlebihan, tidak akan menguntungkan bagi kelestarian lahan dan lingkungan. Residu pupuk N berupa nitrat (NO3) telah mencemari sebagian sumber daya air, baik air irigasi maupun air tanah, bahkan produk pertanian. Batas maksimun kandungan nitrat dalam air hanya 4,50 ppm. Sekitar 85% air yang mengairi sebagian besar lahan sawah di Jawa mengandung nitrat rata-rata 5,40 ppm atau 20% lebih tinggi dari batas toleransi.
Penggunaan pupuk selain N yaitu P dan K secara terus menerus dengan takaran tinggi tanpa pengembalian sisa panen akan mempercepat pengurasan hara lain sepert S, Ca, Mg serta unsur mikro Zn dan Cu. Di sisi lain, penambahan secara khusus unsur-unsur mikro tersebut sangat jarang bahkan tidak pernah dilakukan oleh petani, padahal untuk mendukung produksi tanaman yang efisien dan lestari diperlukan keseimbangan ketersediaan hara makro dan mikro di dalam tanah.
Penanaman padi yang sangat intensif dengan pemupukan yang terus menerus tidak saja menyebabkan tingginya residu pupuk, tetapi juga meningkatkan kandungan logam berat terutama Pb dan Cd. Ardiwinata et al. (1999) dan Kasno et al. (2003) mengidentifikasi 21-40% lahan sawah di jalur Pantura, Jawa Barat, dikategorikan terpolusi atau terkontaminasi oleh kedua jenis logam berta tersebut, bahkan 4-7% di antaranya dikategorikan terkontaminasi berat (>1,0 dan > 0,24 ppm).
Sedangkan pada penggunaan pestisida, dampak negatif yang dihasilkan dan mempengaruhi kelestarian sumber daya alam dan lingkunngan yaitu tercemarnya produk tanaman, air, tanah dan, udara. Di beberapa daerah di Jawa, residu pestisida pada beberapa produk pangan termasuk padi telah mendekati batas maksimun residu, terutama senyawa organofosfat, karbamat dan organokhlorin. Kecenderungan yang sama juga terjadi di tanah, air irigasi, dan ikan. Sehinggah lahan pertanian di Indonesia, khususnya daerah jawa telah menjadi daerah yang memilki lahan yang sakit atau bahkan kritis.
Di sisi lain, salah satu upaya, agar kelestarian sumber daya alam dan lingkungan tetap terjaga, yaitu dengan tidak menggunakan pupuk buatan sebagai alat pemenuhan zat makanan untuk tanaman akan tetapi dengan menggunakan sistem tanam bersiklus untuk memperoleh zat makanan secara alami dari alam dengan setelah menanam padi di sawah para petani dapat menanam jagung, kemudian kacang-kacangan dll, untuk memperoleh unsur-unsur hara secara alami demi memenuhi kebutuhan tanaman padi berikutnya, sedangkan penanganan jasad pengganggu bagi tanaman lahan pertanian dapat dilakukan dengan peengembangan sistem pertanian organik yang lebih mengutamakan penggunaan musuh alami dan pestisida hayati.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penggunaan pupuk dan pestisida di lahan pertanian tidak membantu dalam meningkatkan kelestarian sumber daya alam yang terdapat di lahan pertanian tersebut. Akantetapi penggunaan pupuk dan pestisida di lahan pertanian, malah membuat kelestarian lingkungan menjadi tidak baik dan mengakibatkan daya dukung alam terhadap kehidupan manusia semakin berkurang. Selain itu, akibat penggunaan pupuk dan pestisida pada lahan pertanian dapat menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan pada manusia melalui produk pertanian hasil lahan tersebut dll.
B. Saran
1. Sebaiknya penggunaan pupuk dan pestisida pada lahan pertanian tidak digunakan dan beralih pada, untuk pemenuhan zat makanan sebaiknya menggunakan sistem tanam bersiklus dan untuk menghindari jasad pengganggu pada tanaman sebaiknya menggunakan sistem pertanian organik.
2. Walaupun ternyata tetap harus menggunakan pupuk dan pestisida di sektor pertanian, akantetapi perlu mematuhi aturan pakai dan tidak menggunakannya secara berlebihan agar tidak terjadi pengeksplorasian lahan secara berlebih-lebihan pula.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Gambar
- pakarpangan.wordpress.com
- why-online.blogspot.com
- sumber sendiri.
visit http://fauzan-indonesia.blogspot.com
BalasHapuskurang apik
Hapusoke ...
BalasHapusvisit www.raici.com yah!!
BalasHapusmakasih materinya bagus !!!!